Anak-anak yang tumbuh di era tahun 80-90an boleh berbangga karena masih dapat menikmati masa kecilnya dengan segudang lagu yang memang benar-benar diperuntukan untuk anak-anak. Coba kita lihat saja nasib anak-anak zaman sekarang yang nyaris tidak memiliki lagu, hamper semua anak tidak mengenal lagu anak-anak yang bernuansakan kehidupan anak yang ceria dan sarat akan makna yang bisa mereka pelajari sehingga anak-anak dapat belajar dari lagu yang mempunyai unsur edukatif.
Mungkin anak-anak sekarang pun masih belajar dari sebuah lagu. Tetapi yang jadi permasalahannya adalah lagu apakah yang pantas dan dapat dicerna sebagai pembelajaran oleh anak-anak? Mengingat anak-anak zaman sekarang lebih senang melantunkan dan lebih mengenal lagu-lagu porsi orang dewasa daripada lagu anak-anak yang padahal pada dasarnya mewakili dunia mereka sendiri. Lagu yang bertemakan cintakah atau bahkan lagu dengan cerita perselingkuhan ? yang pasti pada faktanya lagu-lagu yang bertemakan seperti itulah yang lebih akrab didengarkan oleh anak-anak.
“Meskipun sekarang ini banyak sekali kompetisi bernyanyi untuk anak-anak di TV, tapi tetap aja pesertanya menyanyikan lagu orang dewasa” ujar wita salah satu mahasiswi Diploma IPB, yang ikut prihatin dengan nasib lagu anak-anak yang jarang dinyanyikan oleh anak-anak.
Memang sekarang ini banyak ajang-ajang pencarian bakat di bidang menyanyi untuk anak-anak, namun hal itu masih belum bisa dikatakan sukses untuk membangkitkan kembali lagu anak-anak yang menghilang. Dan sayangnya menghilangnya lagu anak-anak juga ikut menodai perkembangan anak-anak zaman sekarang. Bahkan saat ini mayoritas anak-anak menyantap lagu-lagu orang dewasa.
Lirik lagu milik orang dewasa yang kini sering dinyanyikan oleh anak-anak sangat mempengaruhi perkembangan psikologi mereka. Misalnya saja, anak kecil yang dulu tahu apa itu cinta, sekarang anak yang baru berusia 5 tahun saja sudah mengenal cinta. Hal ini akan berdampak pada puberitas dini yang mengganggu perkembangan jiwa serta mental anak-anak. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan di Amerika pada 70.000 anak, bahwa anak yang lebih cepat puber itu lebih berisiko mengalami depresi, gangguan prilaku, serta beragan masalah psikologis lainnya. Apalagi ditambah dengan lagu-lagu yang tidak pantas mereka dengarkan. Itu akan mengganggu psikologis anak-anak seumur mereka.
Tidak heran sekarang mulai banyak anak-anak melakukan tindakan kriminal atau tindakan asusila.
Akankah lagu anak-anak dapat kembali mewarnai dunia anak seperti perfilman Indonesia yang telah kembali dari mati surinya?
Bogor, Maret 2008.
(Artikel ini ditulis bulan maret 2008. Artikel ini ditulis buat ngisi salah satu kolom Koran lokal di Bogor. Sombong dikit ah…waktu itu Alhamdulillah punya kesempatan buat nulis disalah satu rubrik namanya “Gerbang Kampus (GK)”, dinamain kaya gitu emang dirubrik tersebut khusus buat para mahasiswa yang tergabung dalam anggota Gerbang Kampus, anggotanya sendiri cuma terdiri dari beberapa orang mahasiswa. Tapi sayang sekarang udah bubar, sedih juga sich..
Waktu tu ngak sengaja kepikiran buat nulis tentang lagu anak-anak yang udah punah (orang purba kali..), spontanitas waktu abis ngikutin seminar nih ceritanya, disuruh ma senior nulis artikel buat GK minggu depan, maklum masih anak baru ngikut-ngikut nulis di koran. Sebenarnya bisa aja nulis tentang liputan seminar yang diikutin tapi berhubung ngikutin seminarnya juga cuma “numpang duduk” langsung aja dapet ide buat nulis artikel ini. Inspirasinya sendiri sich gara-gara kesel ngelihat anak-anak pada nyanyi lagu yang liriknya “aneh” buat anak-anak. Trus ditambah emang waktu tu di tv lagi ajang pencarian bakat nyanyi buat anak-anak (hufh..padahal sekarang suka banget ma acara tersebut, tahun kemaren udah yang ke-3 kalinya diselenggarain tapi tahun sekarang acaranya diganti ma acara anak-anak yang lain).
Pas di baca-baca lagi ternyata artikel ini masih banyak yang harus diedit..tapi ngak apa-apa deh kan waktu itu masih belajar, yang penting udah pernah dimuat di Koran hehehe… )